Senin, 09 Mei 2011

budaya dan manusia


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Sebagai manusia kita tidak lepas dari lingkungan yang di dalam lingkungan tersebut secara otomatis menciptakan sesuatu yang dapat membedakan kita dengan yang lainnya. Sesuatu tersebut dinamakan dengan budaya.
Di sini kita akan membahas sedikit tentang apa yang dimaksud dengan budaya dan apa hubungannya dengan sekumpulan manusia yang disebut dengan masyarakat serta lingkungan yang ditempatinya.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan budaya?
2.      Apa hubungan manusia dan budaya?
3.      Jelaskan manusia sebagai sumber kebudayaan?

BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Budaya
Budaya adalah bentuk jamak dari kata budi dan daya yang berarti cinta, karsa, dan rasa. Kata budaya sebenarnya berasal dari bahasa Sanskerta budhayah yaitu bentuk jamak kata buddhi yang berarti budi atau akal. Dalam bahasa Inggris, kata budaya berasal dari kata culture.
Kemudian pengertian ini berkembang dalam arti culture, yaitu sebagai segala daya dan aktifitas manusia untuk mengolah dan mengubah alam. Berikut pengertian budaya atau kebudayaan dari beberapa ahli:
  1. E. B. Tylor, budaya adalah suatu keseluruhan kompleks yang meliputi pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, keilmuan, hukum, adat istiadat, dan kemampuan yang lain serta kebiasaan yang didapat oleh manusia sebagai anggota masyarakat.
  2. R. Linton, kebudayaan dapat dipandang sebagai konfigurasi tingkah laku yang dipelajari dan hasil tingkah laku yang dipelajari, dimana unsur pembentuknya didukung dan diteruskan oleh anggota masyarakat lainnya.
  3. Koentjaradiningrat, mengartikan bahwa kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, milik diri manusia dengan belajar.
  4. Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi, mengatakan bahwa kebudayaan adalah semua hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat.
  5. Herkovit, kebudayaan adalah bagian dari lingkungan hidup yang diciptakan oleh manusia.
Dengan demikian, kebudayaan atau budaya menyangkut keseluruhan aspek kehidupan manusia baik material maupun non-material. Sebagian besar ahli yang mengartikan kebudayaan seperti ini kemungkinan besar sangat dipengaruhi oleh pandangan evolusionisme, yaitu suatu teori yang mengatakan bahwa kebudayaan itu akan berkembang dari tahapan yang sederhana menuju tahapan yang lebih kompleks.
Budaya, di samping membawa kemuliaan, juga membawa kelaknatan. Budaya manusia dapat menalukkan alam, tetapi budaya juga dapat merusak alam.[1] Alam dan budaya merupakan dua kutub yang saling memerlukan dan memberi ruang kehidupan bagi manusia. Budaya yang meluas dan meningkat seperti halnya terdapat dalam ilmu, cenderung membahayakan manusia sendiri yang menciptakannya. Ekspansi yang hebat dari teknik menghasilkan imperialisme teknik mengancam budaya susila. Contohnya, perkakas yang semula merupakan perpanjangan tangan manusia, kemudian menyebabkan manusia malah cenderung menjadi perpanjangan perkakasnya, sehingga budaya dengan itu mengancam manusia.
B.     Perwujudan Kebudayaan
Sebagai suatu rangkaian tindakan dan aktifitas manusia yang berpola, beberapa ilmuwan menganjurkan untuk membedakan wujud kebudayaan secara tajam sebagai suatu sistem. Koentjradiningrat mengemukakan bahwa kebudayaan itu dibagi atau digolongkan dalam tiga wujud, yaitu[2]:
1.      Wujud sebagai suatu kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, dan peraturan.
Wujud tersebut menunjukkan wujud ide dari kebudayaan, sifatnya abstrak, tak dapat diraba, dipegang, ataupun difoto, dan tempatnya ada di alam pikiran warga masyarakat dimana kebudayaan yang bersangkutan itu hidup.
2.      Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktifitas serta tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat.
Wujud tersebut dinamakan sistem sosial, karena menyangkut tindakan dan kelakuan berpola dari manusia itu sendiri. Soal ini merupakan perwujudan kebudayaan yang bersifat konkret, dalam bentuk perilaku dan bahasa.

3.      Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia.
Wujud yang terakhir ini disebut pula kebudayaan fisik. Dimana wujud budaya ini hampir seluruhnya merupakan hasil fisik (aktifitas perbuatan, dan karya semua manusia dalam masyarakat).
C.    Hubungan antara Manusia, Masyarakat dan kebudayaan
1.      Hubungan Manusia dengan Masyarakat.
Manusia hidupnya selalu di dalam masyarakat. Hal ini bukan hanya sekedar ketentuan semata-mata, melainkan mempunyai arti yang lebih dalam, yaitu bahwa hidup bermasyarakat itu adalah rukun bagi manusia agar benar-benar dapat mengembangkan budayanya dan mencapai kebudayaannya. Tanpa masyarakat hidup manusia tidak dapat menunjukkan sifat-sifat kemanusiaan.
2.      Hubungan Manusia dengan Budaya.
Sebagai makhluk biologi, manusia dipelajari dalam ilmu biologi atau anatomi; dan sebagai makhluk sosio-budaya manusia dipelajari dalam antropologi budaya. Antropologi budaya menyelidiki seluruh cara hidup manusia, bagaimana manusia dengan akal budinya dan struktur fisiknya dapat mengubah lingkungan berdasarkan pengalamannya. Juga memahami, menuliskan kebudayaan yang terdapat dalam masyarakat manusia.
Mengapa hanya manusia saja yang dapat memiliki kebudayaan? Hal ini dikarenakan manusia dapat belajar dan dapat memahami bahasa, yang kesemuanya itu bersumber pada akal manusia. Meskipun di dalam kenyataannya manusia memiliki bahasa dan cara berpikir bahkan fisik yang berbeda, manusia bisa memahami perbedaan mereka masing-masing.
3.      Hubungan Masyarakat dengan Kebudayaan.
Masyarakat adalah sekumpulan manusia yang hidup dalam satu wilayah atau daerah tertentu, yang telah cukup lama, dan mempunyai aturan-aturan yang mengatur mereka, untuk menuju kepada tujuan yang sama.
Dalam masyarakat tersebut manusia selalu memperoleh kecakapan, pengetahuan-pengetahuan baru, sehingga penimbunan itu dalam keadaan yang sehat dan selalu bertambah isinya. Memang kebudayaan itu bersifat komulatif, bertimbun. Dapat diibaratkan: manusia adalah sumber kebudayaan, dan masyarakat adalah danau besar, dimana air dari sumber-sumber itu mengalir dan tertimbun. Manusia mengambil air dari danau itu. Maka dapatlah dikatakan manusia itu mengambil dan berpikulan air, sehingga tidaklah habis air dalam danau itu, melainkan bertambah banyak karena selalu ditambah oleh orang tersebut.
Jadi erat sekali hubungan antara masyarakat dengan kebudayaan. Kebudayaan tak mungkin timbul tanpa adanya masyarakat, dan eksistensi masyarakat itu hanya dapat dimungkinkan oleh adanya kebudayaan.[3]
D.    Manusia sebagai sumber kebudayaan.
Dengan melihat uraian diatas, maka jelaslah bahwa antara manusia, masyarakat dan kebudayaan yang merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan artinya secara utuh. Karena ketiga unsur inilah kehidupan makhluk sosial berlangsuang. Dimana ada kehidupan, pasti ada perkumpulan, dan dimana ada perkumpulan muncullah suatu budaya yang membedakan dengan perkumpulan lainnya.
Masyarakat tidak dapat dipisahkan dari manusia, karena hanya manusia saja yang hidup bermasyarakat, yaitu hidup bersama-sama dengan manusia lain dan saling memandang sebagai penanggung kewajiban dan hak. Sebaliknya manusia pun tidak dapat dipisahkan dari masyarakat. Seorang manusia yang tidak pernah mengalami hidup bermasyarakat, tidak dapat menunaikan bakat-bakat manusianya yaitu mencapai kebudayaan. Dengan kata lain dimana orang hidup bermasyarakat, pasti akan timbul kebudayaan.
Suatu kebudayaan adalah sebagai jalan atau arah di dalam bertindak dan berpikir, sehubungan dengan pengalaman-pengalaman yang fundamental, dari sebab itulah kebudayaan itu tidak dapat dilepaskan dengan individu dan masyarakat.
Hoenderdaal menyimpulkan bahwa budaya itu, bagaimanapun merupakan bagian dari kehidupan manusia, baik sebagai hal yang berharga sehingga harus dikejarnya, maupun sebagai yang tak berharga sehingga harus dijauhi. Budaya harus kita dekati, tetapi jika kita gegabah memandangnya, hal itu akan mengancam kelestarian kita sendiri.[4]

BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Dari uraian diatas, kita semakin tahu bahwa antara manusia, masyarakat dan kebudayaan tidak dapat dipisahkan karena merupakan satu kesatuan yang utuh. Budaya tidak mungkin begitu saja tercipta tanpa adanya masyarakat. Dan masyarakat tidak akan dinamakan masyarakat jika yang berkumpul itu bukan sekelompok manusia yang hidup saling bergantung satu sama lainnya.

DAFTAR PUSTAKA

Effendi, Ridwan. 2005. Ilmu Sosial dan Budaya Dasar. Bandung: Prenada Media Group.
Prasetya, Joko Tri. 1991. Ilmu Budaya Dasar. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Mawardi. 2007. IAD-ISD-IBD. Bandung: CV. Pustaka Setia.
Wahyu. 1986. Wawasan Ilmu Sosial Dasar. Surabaya: Usaha Nasional.



[1] Drs. Mawardi-Ir. Nur Hayati, IAD-IBD-ISD. Hlm.185
[2] Ridwan Effendi, Ilmu Sosial dan Budaya Dasar. Hlm. 28
[3] Drs. Joko Tri Prasetyo dkk, Ilmu Budaya Dasar. Hlm. 35
[4] Drs. Mawardi-Ir. Nur Hayati, IAD-IBD-ISD. Hlm.185

Tidak ada komentar:

Posting Komentar