Senin, 09 Mei 2011

metode tafsir al-qur'an


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang.
Di dalam mempelajari Al- Qur’an, kita sangat membutuhkan tafsirannya. Karena bahasa yang kita pakai sehari-hari adalah bahasa Indonesia atau bahasa daerah, maka sangat sulit jika kita membaca Al- Qur’an tanpa menggunakan tafsirannya. Sedangkan jika kita tidak mengetahui tafsirannya, kita tidak akan tahu apa yang ada di dalam kandungan Al- Qur’an. Padahal Al- Qur’an adalah pedoman hidup kaum muslim, maka sangat mustahil jika kita tidak membutuhkan tafsirannya.
Oleh karena itu dengan niat baik untuk membantu kita semua untuk bisa memahami Al- Qur’an, bukan hanya untuk membcanya, maka kami akan mencoba membuat makalah dengan judul “metodologi tafsir Al- Qur’an”.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan metode?
2.      Metode apa yang dipakai oleh ulama tafsir?
3.      Apa perbedaan metode-metode dalam penafsiran Al- Qur’an?
4.      Metode apa yang pertama lahir?


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Metode tafsir
Kata ‘metode’ berasal dari bahasa Yunani “methodos” yang berarti “cara atau jalan “.[1] Di dalam bahasa Arab kata ini ditulis “Thoriqot” dan “manhaj”. Di dalam pemakaian bahasa Indonesia kata tersebut mengandung arti: “cara yang teratur dan terpikir baik-baik untuk mencapai maksud (dalam ilmu pengetahuan dan sebagainya); cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan”.[2]
Pengertian ‘metode’ yang umum itu dapat digunakan pada berbagai objek, baik berhubungan dengan pemikiran dan penalaran akal, atau menyangkut pekerjaan fisik. Jadi dapat dikatakan metode adalah salah satu sarana yang amat penting untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dalam kaitan ini maka studi tafsir Al-Qur’an tidak lepas dari metode, yakni ”suatu cara yang teratur dan terpikir baik-baik untuk mencapai pemahaman yang benar tentang apa yang dimaksudkan Allah di dalam ayat-ayat Al–Qur’an yang diturunkan-Nya kepada Nabi Muhammad saw”.[3]
Definisi itu memberikan gambaran kepada kita bahwa metode tafsir Al-Qur’an tersebut berisi seperangkat tatanan dan aturan yang harus diindahkan ketika menafsirkan Al-Qur’an tanpa menempuh alur-alur yang telah ditetapkan dalam metode tafsir, maka tidak mustahil penafsirannya akan keliru. Tafsir serupa ini disebut bi al-ra’y al-mahdh (tafsir berdasarkan pemikiran semata) yang dilarang oleh Nabi; bahkan Ibn Taymiyat menegaskan bahwa penafsiran serupa itu adalah haram.[4]
Adapun metodologi tafsir ialah ilmu tentang metode menafsirkan Al-Qur’an. Dengan demikian kita dapat membedakan antara dua istilah itu, yakni: ‘metode tafsir’, cara-cara menafsirkan Al-Qur’an, sementara ‘metodologi tafsir’ ilmu tentang cara menafsirkan Al-Qur’an. Satu metode yang sama dapat diterapkan dalam berbagai teknik penyampaian yang berbeda, sesuai latar belakang pengetahuan dan pengalaman masing-masing mufasir. Sedangkan metodologi tafsir ialah pembahasan ilmiah dan konseptual tentang metode-metode penafsiran Al-Qur’an.

B.     Macam-macam Metode Tafsir
Di dalam penafsiran Al-Qur’an, metode yang digunakan bisa berbagai macam metode. Macam-macam metode penafsiran Al-Qur’an:
1.      Metode Komparatif.
Metode komparatif ialah: 1) membandingkan teks ayat-ayat Al-Qur’an yang memiliki persamaan atau kemiripan redaksi yang beragam, dalam satu kasus yang sama, atau diduga sama; 2) membandingkan ayat Al-Qur’an dengan hadits Nabi saw yang pada lahirnya antara keduanya terlihat bertentangan; 3) membandingkan berbagai pendapat para ulama tafsir dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an.
Dalam definisi itu jelas terlihat bahwa tafsir Al-Qur’an dengan menggunakan metode ini mempunyai cakupan yang amat luas, tidak terbatas hanya pada memperbandingkan ayat dengan ayat, tetapi juga membandingkan ayat dengan hadits yang pada lahirnya bertentangan dan juga membandingkan pendapat mufasir dalam menafsirkan suatu ayat.
2.      Metode global.
Metode global ialah menjelakan ayat-ayat Al-Qur’an secara ringkas dan padat, tapi mencakup; dalam bahasa yang jelas dan populer, mudah dimengerti, dan enak dibaca. Sistematika penulisannya menurut susunan ayat-ayat di dalam mushhaf. Di samping itu, penyajiannya diupayakan tidak terlalu jauh dari gaya (uslub) bahasa Al-Qur’an, sehingga pendengar dan pembacanya seakan-akan tetap mendengar Al-Qur’an, padahal yang didengarnya adalah tafsirannya.[5]
3.      Metode analitis.
Metode analitis adalah menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an dengan memaparkan berbagai aspek yang terkandung di dalam ayat-ayat yang sedang ditafsirkan itu serta menerangkan makna-makna yang tercakup di dalamnya sesuai dengan keahlian dan kecenderungan dari mufasir yang menafsirkan ayat-ayat tersebut.[6]
Dalam menerapkan metode ini biasanya mufasir menguraikan makna yang terkandung di dalam Al-Qur’an, ayat demi ayat dan surat demi surat, sesuai urutannya di dalam mushhaf.
4.      Metode tematik.
Metode tematik ialah membahas ayat-ayat Al-Qur’an sesuai dengan tema atau judul yang telah ditetapkan. Semua ayat yang berkaitan dengan topik tersebut dihimpun, kemudian dikaji secara mendalam dan tuntas dari segala aspeknya seperti ashbabun nuzul, kosa kata, penetapan (istinbath) hukum, dan lain-lain.[7] Semua itu dijelaskan dengan rinci dan tuntas, serta didukung oleh dalil-dalil dan fakta yang dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah; baik argumen itu berasal dari Al-Qur’an dan hadits, maupun pemikiran rasional.
Dari perkembangan tafsir yang dikemukakan di atas, dapat dikatakan bahwa metode global (manhaj ajmali) merupakan metode tafsir yang pertama lahir dengan mengambil bentuk al- ma’tsur, kemudian baru diikuti oleh bentuk al-ra’y seperti tampak dalam tafsir al- jalalain karya dua sejoli: al- Mahalli dan al- Suyuthi. Metode ini kemudian berkembang terus sehingga melahirkan apa yang kemudian dikenal dengan metode analitis  (manhaj tahlili). Ini ditandai dengan dikarangnya kitab-kitab tafsir yang memberikan uraian yang cukup luas dan mendalam tentang pemahaman suatu ayat seperti tafsir al- Thabari dalam bentuk al- ra’y, dan lain-lain. Sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman, maka ulama tafsir berusaha menafsirkan Al- Qur’an lebih spesifik lagi, lalu mereka mengkhususkan tafsirannya pada bidang-bidang tertentu, maka lahirlah tafsir fiqih, tasawuf, teologi, bahasa, dan sebagainya, sebagaimana telah dikemukakan di atas. Kemudian pada abad modern, pola pikir ini mengilhami para ulama tafsir untuk menyusun metode baru dalam penafsiran Al- Qur’an yaitu metode tematik (manhaj mawdhu’i). Pada periode berikutnya sekitar abad ke-5 lahir pula metode komparatif (manhaj muqarin). 

BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Seperti yang diuraikan di atas, di dalam menafsiran Al-Qur’an terdapat beberapa metode yang digunakan, diantaranya: metode komparatif, metode global, metode analitis dan metode tematik. Masing-masing metode ini mempunyai titik-titik kelemahan dan kelebihan yang setiap masing-masing metode berbeda.

DAFTAR PUSTAKA

Fuad Hasan dan Kuntjaningrat, 1977, Metode-metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: Gramedia.
Tim Penyusun, 1988, Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Poerwadarminta, 1986, Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Nashrudin Baidan, 2002, Metode Penafsiran Al-Qur’an. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Ibn Tamiyat, 1971, Muqadimat fi ushul al-Tafsir. Kuwait: Darul Qur’an.
Quraish Shihab, 1986, Tafsir Al-Qur’an dengan Metode Maudlu’i. Jakarta: Perguruan Tinggi Ilmu Al-Qur’an.



[1] Fuad Hasan dan Kuntjaningrat, Metode-metode Penelitian Masyarakat. Hlm. 16
[2] Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia. Hlm. 580-581; Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia. Hlm. 649
[3] Nashrudin Baidan, Metode Penafsiran Al-Qur’an. Hlm.  55
[4] Ibn Tamiyat, Muqadimat fi ushul al-Tafsir. Hlm. 105
[5] Nashrudin Baidan, Metode Penafsiran Al-Qur’an. Hlm.  67
[6] Quraish Shihab, Tafsir Al-Qur’an dengan Metode Maudlu’i. hlm. 37
[7] Nashrudin Baidan, Metode Penafsiran Al-Qur’an. Hlm.  72

Tidak ada komentar:

Posting Komentar