Selasa, 17 Mei 2011

makalah akhlaq tasawuf (hubungan ilmu akhlaq dengan ilmu lainnya)

PEMBAHASAN
HUBUNGAN ILMU AKHLAK DENGAN ILMU YANG LAINNYA

Pada dasarnya setiap ilmu pengetahuan satu dengan ilmu pengetahuan yang lainnya mempunyai hubungan yang kuat. Tetapi hubungan itu ada yang berdekatan, pertengahan, dan ada pula yang agak jauh.
Ilmu-ilmu yang berhubungan dengan ilmu akhlak dapat dikategorikan berdekatan antara lain Ilmu Tasawuf, Ilmu Tauhid, Ilmu Pendidikan, Ilmu Jiwa, dan Ilmu Filsafat. Sedangkan ilmu-ilmu yang dikategorikan mempunyai hubungan pertengahan dengan Ilmu Akhlak adalah Ilmu Hukum, Ilmu Sosial, Ilmu Sejarah, dan Ilmu Antropologi. Sedangkan Ilmu yang dikategorikan mempunyai hubungan agak jauh adalah Ilmu Fisika, Ilmu Biologi, dan Ilmu Politik.
Filsafat merupakan pusat semua ilmu pengetahuan dan Akhlak adalah salah satu ilmu cabang dari filsafat.
Berbagai ilmu di bawah naungan filsafat, di mana ia sebagai pusat asal mulanya ilmu, maka antara cabang satu dengan yang cabang lainnya ada hubungan.
A.    Hubungan Ilmu Akhlak dengan Ilmu Psikologi
Hubungan antara akhlak dengan psikologi mempunyai pertalian yang erat dan kuat. Objek penyelidikan psikologi adalah kekuatan perasaan, paham, mengenal, ingatan, kehendak, kebebasan, khayal, rasa kasih, kelezatan dan rasa sakit. Adapun akhlak memerlukan apa yang dipersoalkan oleh ilmu jiwa terebut. Dapat dikatakan bahwa ilmu jiwa adalah sebagai pendahuluan dalam ilmu akhlak.[1]
Jiwa yang bersih dari dosa san maksiat serta dekat dengan Tuhan misalnya, akan melahirkan perbuatan dan sikap yang tenang pula. Sebaliknya, jiwa yang kotor, banyak berbuat kesalahan dan jauh dari Tuhan akan melahirkan perbuatan yang jahat, sesat dan menyesatkan orang lain.[2]
Objek persoalan yang jelas bahwa ilmu jiwa menguraikan tentang jiwa perseorangan, masyarakat dan lain sebagainya yang berhubungan dengan gejala-gejala jiwa, tetapi akhlak akan mempersoalkan apakah jiwa mereka tersebut termasuk jiwa yang baik atau jiwa yang buruk.
Dengan demikian ilmu jiwa mengararahkan pembahasannya pada aspek batin manusia dengan cara menginterpretasikan perilakunya yang tampak. Dalam Al-Qur’an, aspek batin yang dimiliki manusia ini diungkap dengan istilah al-insan. Hasil studi Musa Asy’ari terhadap ayat-ayat Al-Qur’an menginformasikan, bahwa kata insan dipakai Al-Qur’an dalam kaitannya dengan berbagai kegiatan manusia, antara lain untuk kegiatan belajar (QS. Al-alaq: 15)
žxx. ûÍ.s! óO©9 ÏmtG^tƒ $Jèxÿó¡oYs9 ÏpuŠÏ¹$¨Z9$$Î/ ÇÊÎÈ
15.  Ketahuilah, sungguh jika dia tidak berhenti (berbuat demikian) niscaya kami tarik ubun-ubunnya[3],
Dan QS. Ar-rahman: 1 – 3,
ß`»oH÷q§9$# ÇÊÈ zN¯=tæ tb#uäöà)ø9$# ÇËÈ šYn=y{ z`»|¡SM}$# ÇÌÈ
1.  (Tuhan) yang Maha pemurah,
2.  Yang Telah mengajarkan Al Quran.
3.  Dia menciptakan manusia.
Tentang musuhnya, penggunaan waktunya, beban amanat yang dipikulnya, konsekuensi usaha perbuatannya, keterkaitannya dengan moralitas dan akhlak, kepemimpinannya, ibadahnya dan kehidupannya di akhirat. Yang masing-masing telah ada di dalam Al-Qur’an.
Hasil studi tersebut menggambarkan adanya hubungan yang erat antara potensi psikologis manusia dengan ilmu akhlak. Dengan kata lain melalui bentuan informasi yang diberikan ilmu jiwa, atau potensi kejiwaan yang diberikan al-Qur’an, maka secara teoritis ilmu akhlak dapat dibangun dengan kokoh. 
Dengan demikian menjadi jelas bahwa akhlak mempunyai hubungan dengan ilmu jiwa (psokologi).

B.     Hubungan Ilmu Akhlak dengan Ilmu Tasawuf
Para ahli tasawuf pada umumnya membagi tasawuf kepada tiga bagian. Pertama tasawuf falsafi, tasawuf akhlaqi dan tasawuf amali. Ketiga macam tasawuf ini tujuannya samam yaitu mendekatkan diri kepada Allah dengan cara membersihkan diridari perbuatan yang tercela dan mensucikan diri dengan perbuatan yang terpuji.
Dengan demikian dalam proses pencapaian tujuan bertasawuf, seseorang harus menjadi orang yang berakhlak mulia.
Ketiga macam tasawuf ini berbeda dalam hal pendekatan yang digunakan. Pada tasawuf falsafi, pendekatan yang dipakai adalah pendekatan yang rasio atau akal pikiran, karena dalam tasawuf ini menggunakan bahan-bahan kajian atau pemikiran yang terdapat di kalangan para filosof, seperti filsafat tentang Tuhan, manusia, hubungan manusia dengan Tuhan, dan lain sebagainya.

C.     Hubungan Ilmu Akhlak dengan Ilmu Tauhid
Ilmu Tauhid sebaimana dikemukakan Harun Nasution mengandun arti sebagai ilmu yang membahas tentang cara-cara meng-Esakan Tuhan, sebagai salah satu sifat yang terpenting diantara sifat-sifat tuhan lainnya. Selain itu ilmu ini juga disebut sebagai Ilmu Ushul al-Din dan oleh karma itu buku yang membahas soal-soal teologi dalam islam selalu diberikan nama Kitab Ushul al-Din. Dinamakan demikian karena masalah tauhid termasuk masalah yang pokok dalam ajaran islam.
            Selanjutnya ilmu tauhid disebut pula ilmu kalam yang secara harfiah berarti ilmu tentang kata-kata. Selanjutnya kalau yang dimaksud kalam adalah kata-kata manusia, maka yang dimaksut dengan ilmu kalam adalah ilmu yang membahas tantang kata-kata atau silat lidah dalam rangka mempertahankan pendapat dan pendirian masing-masing.
            Dari berbagai istilah yang berkaitan dengan Ilmu Tauhid itu kita dapat memperoleh kesan yang dalam bahwa Ilmu Tauhid itu pada intinya berkaitan dengan segala sifat dan perbuatanya.Termasuk pula dalam pembahasan dalam ILmu Tauhid ini adalah mengenai rukun islam yang keenam, yaitu iman kepada Allah, para malaikat, kitap-kitap yang diturunkannya, para rasul, hari kiamat, dan ketentuannya atau qada dan qadar-nya. Selain itu dalam ilmu ini dibahas pula tentang keimanan terhadap hal-hal yang akan terjadi di akhir nanti.
            Hubungan Ilmu Akhlak dengan Ilmu Tauhid ini sekurang-kurangnya dapat dilihat melalui beberapa analisis sebagai berikut.
            Pertama,dilihat dari segi obyek pembahasan, Ilmu Tauhid sebagaimana diuraikan diatas membahas masalah Tuhan baik dari segi zat, sifat dan perbuatannya. Kepercaan yang mantap kepada tuhan ang demikian itu, akan menjadi landasan untuk mengarahkan amal perbuatan yang dilakukan manusia, sehingga perbuatan yang dilakukan manusia itu akan tertuju semata-mata karena Allah SWT.
             Kedua,dilihat dari segi fungsinya, Ilmu Tauhid menghendaki agar seseoran yang bertauhid tidak hanya cukup menghafal rukun iman yang enam dengan dalil-dalilnya saja, tetapi ang terpenting adalah agar orang yang bertauhid itu meniru dan mencontoh terhadap subyek yang terdapat dalam rukun iman itu. Jika kita percaya bahwa Allah memiliki sifat-sifat yang mulia, maka sebaiknya manusia yang bertauhid meniru sifat-sifat tuhan itu. Demikian juga jika Allah bersifat dengan Asma’ul Husna yang jumlahnya  ada sembilan puluh sembilan, maka Asma’ul Husna itu harus dipraktekkan dalam kehidupan. Dengan cara demikian beriman kepada Allah akan memberi pengaruh terhadap pembentukan akhlak yang mulia. Demikian pula beriman kepada hari akhir, dari sisi akhlaki harus disertai dengan upaya menyadari bahwa segala amal perbuatan yang dilakukan selama di dunia ini akan di minatkan pertanggungan jawabnya di akhirat nanti. Amal perbuatan yang dilakukan manusia selama di dunia akan di timbang dan dihitung serta diputuskan dengan seadilnya. Merka yang amalnya yang lebih banyak yang baik bertakwa kepada Tuhan akan dimasukkan ke dalam suega. Keimanan kepada hari akhir yang demikian itu di harapkan dapat memotivasi seseorang agar selama hidupnya di dunia ini banak melakukan amal ang baik, menjauhi perbuatan  dosa atau ingkar kepada Tuhan. Orang yang demikian selanjutnya akan menjadi orang ang selalu takwa kepadaAllah.

D.    Hubungan Ilmu Akhlak dengan Ilmu Pendidikan
Ilmu Pendidikan sebagai dijumpai dalam berbagai literatur banyak berbicara mengenai berbagai aspek yang ada hubungannya dengan tercapainya  tujuan pendidikan. Dalam ilmu ini antara lain dibahas tentang rumusan tujuan pendidikan, materi pelajaran(kurikulim),guru,metode,sarana dan prasarana,lingkungan,bimbingan,proses belajar-mengajar dan lain sebagainya.
            Semua aspek pendidikan tersebut ditujukan pada tercapainya tujuan pendidikan. Tujuan pfndidikan ini dalam pandangan islam banyak berhubungan dengan kualitas manusia yang berakhlak.
            Jika rumusan dari keempat tujuan pendidikan islam itu dihubungkan antara satu dan lainnya, maka dapat diketahui bahwa tujuan pendidikan islam adalah terbentuknya seorang hamba Allah ang patuh dan tunduk melaksanakan perintahnya dan menjahui larangannya serta memiliki sifat-sifat akhlak yang mulia. Rumusan ini dengan jelas menggambarkan bahwa antara pendidikan islam dengan Ilmu Akhlak ternyata sangat berkaitan erat. Pendidikan Islam merupakan sarana yang mengantarkan anak didik agar menjadi orang yang berakhlak.
            Bertolak dari rumusan tujuan pendidikan tersebut, maka seluruh aspek pendidikan lainnya, yakni materi pelajaran, guru, metode, sarana dan sebagainya harus berdasarkan ajaran islam.Kajian terhadap masalah ini secara lebih khusus dapat pembaca jumpai dalam buku yang membahas tentang pendidikan islam. Menggambarkan secara keseluruhan dari aspek pendidikan islam rasanya bukan di sini tempatnya.
            Pendidikan dalam pelaksanaannyamemerlukan dukungan orang ua dirumah, guru disekolah dan pimpinan serta tokoh masyarakat di lingkungan. Kesemua lingkungan ini merupakan bagian integral dari pelaksanaan pendidikan, yang berarti pula tempat dilaksanakannya pendidikan akhlak.

E.     Hubungan Ilmu Akhlak dengan Ilmu Filsafat
Filsafat sebagaimana diketahui adalah suatu upaya berpikir mendalam, radikal, sampai keakar-akarnya, universal dan sistematik dalam rangka menemukan inti atau hakikat mengenai segala sesuatu. Di antara obyek pemikiran filsafat ang erat kaitannya dengan Ilmu Akhlak adalah tentang manusia.
Ibn Sina misalnya mengatakan bahwa jiwa manusia merupakan satu unit yang tersendiri akan mempunyai wujud terlepas dari badan. Pemikiran filsafat tentang jiwa yang dikemukakan Ibn Sina tersebut memberi petunjuk bahwa dalam pemikiran filsafat terdapat bahan-bahan atau sumber yang dapat dikembangkan lebih lanjut menjadikonsep Ilmu Akhlak.
Dalam hal itu al-Ghazali membagi umat manusia ke dalam tiga golongan. Pertama kaum awam, yang berpikirnya sederhana sekali. Kedua kaum pilihan yang akalnya tajam dan berpikir secara mendalam. Ketiga kaum penengkar. Pemikiran  al-Ghazali ini memberi petunjuk adanya perbedaan cara dan daya tangkaonya. Pemikiran demikian dapat membantu dalam merumuskan metode dan pendekatan yang tepat dalam mengajarkan akhlak.
Selain itu, filsafat juga membahas tentang Tuhan, alam dan makluk lainnya. Dari pembahasan ini akan dapat diketahui dan dirumuskan tentang cara-cara berhubungan dengan Tuhan  dan memperlakukan mahluk serta alam lainnya. Dengan demikian akan dapat diwujudkan akhlak yang baik terhadap Tuhan, terhadap manusia, alam dan mahluk Tuhan lainnya.



[1] Mustofa, Akhlak Tasawuf. Hal: 21
[2] Zakiah Darajat, Ilmu Agama. Hal: 32
[3] Maksudnya: memasukkannya ke dalam neraka dengan menarik kepalanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar